Ada Konten Hoaks Dibuat Pakai AI Generatif, Wamenkominfo: Masyarakat Harus Berpikir Kritis

netizennow.com, Jakarta – Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nazar Patria meminta masyarakat lebih berhati-hati terhadap konten palsu yang pembuatannya menggunakan kecerdasan buatan.

Pasalnya, kini banyak produk palsu yang dibuat dengan menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI).

Read More

Nizar juga mengingatkan penonton bahwa penipuan dapat dihindari dengan mempelajari kemampuan berpikir kritis.

“Pokoknya ini yang paling penting agar terhindar dari penipuan

Menciptakan kecerdasan buatan dapat menghasilkan hal-hal palsu yang tampak nyata, bahkan membuat peristiwa yang tidak pernah terjadi menjadi tampak nyata dan benar-benar terjadi, kata Nizar.

Ia mencontohkan konten video, termasuk Presiden Joko Widodo dalam bahasa Mandarin dan Arab, yang dibuat menggunakan teknologi kecerdasan buatan yang mendalam.

Wamenkominfo dalam keterangan pers, Jumat (26/10/2019), mengatakan, “suaranya sama, wajahnya sama, gerak bibirnya sama, semuanya sama, tapi itu palsu.” 1/2024).

Wamenkominfo menilai penyalahgunaan teknologi modern memudahkan manipulasi masyarakat untuk memantau kondisi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Apalagi menurutnya, tidak semua lapisan masyarakat mempunyai kemampuan dalam mengklasifikasikan informasi secara bijak.

“Beberapa lapisan masyarakat bisa dengan mudah menyadari bahwa ini bohong, karena ada sesuatu yang tidak mungkin dan tidak wajar,” kata Nizar.

Dia menyimpulkan dengan mengatakan: “Tetapi ada juga elemen lain di masyarakat kita yang mungkin tidak memiliki perasaan ini. Mereka dengan mudah menerima informasi yang diciptakan oleh kebohongan.”

Nizar juga menekankan perlunya masyarakat untuk selalu waspada dan memastikan keakuratan setiap informasi yang mereka terima dari sumber resmi. Menurutnya, inilah pentingnya literasi digital.

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika mengatakan: “Jangan terlalu cepat percaya pada sesuatu yang menggugah emosi, yang itu sangat baik dan benar, sehingga kita tersesat di dalamnya.” “Kami akan memeriksa ulang sumber terpercaya untuk melihat apakah informasi tersebut benar.”

Selain pemikiran kritis, diperlukan prinsip lain untuk menciptakan lingkungan digital yang aman, produktif, dan inklusif. “Permasalahan harus diselesaikan dengan kompetensi dan efisiensi, serta pemberdayaan masyarakat melalui literasi atau pendidikan kritis,” kata Wamenkominfo.

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nizar Patria sebelumnya mengungkapkan, pemerintah saat ini sedang menyiapkan keputusan presiden (Perpres) yang mengatur penggunaan kecerdasan buatan.

“Sekarang sedang dipersiapkan menjadi Perpres untuk implementasi yang lebih kuat dan luas,” kata Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Rabu (27/12/2023). ).

Menurut Nizar, upaya ini merupakan bagian dari pengembangan ekosistem kecerdasan buatan Tanah Air.

“Kami berharap dapat menerbitkan peraturan yang mengikat secara hukum untuk AI dalam waktu dekat, yang tidak hanya akan mengurangi risiko AI, namun juga mengembangkan ekosistem AI lokal,” katanya, menurut siaran pers.

Rencana penerapan aturan ketat terkait penggunaan kecerdasan buatan ini muncul setelah Kementerian Komunikasi dan Informatika meluncurkan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Buatan tertanggal 19 Desember 2023.

Surat edaran ini tidak mengikat secara hukum, namun berfungsi sebagai pedoman, agar pengembangan dan penggunaan AI tetap tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP).

Sekadar informasi, dalam waktu dekat kami juga akan mulai mengambil langkah-langkah untuk merumuskan undang-undang AI secara hukum, kata Menkominfo dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (22/12/2023).

Ia menambahkan: “Dengan undang-undang ini, kami berharap dapat memberikan kepastian hukum bagi penggunaan dan pengembangan kecerdasan buatan, serta mendukung pengembangan ekosistem kecerdasan buatan nasional.”

Menkominfo Budi juga menjelaskan, hingga saat ini AI di Indonesia masih tunduk pada UU ITE dan UU PDP.

Menkominfo mengatakan saat ditanya permasalahan hukum yang ada, ia merujuk pada dua undang-undang, yakni UU Perlindungan Data Pribadi dan UU Teknologi Informasi.

“Jika melanggar atau terkena sanksi atau ketentuan UU ITE atau UU PDP, bisa dituntut secara hukum,” kata Budi.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *