Indonesia Bakal Tingkatkan Akses Obat Inovatif Agar Pasien Tak Lari Keluar Negeri

JAKARTA – Indonesia mulai menerapkan Universal Health Coverage (UHC) pada tahun 2014. Per 1 September 2023, angka cakupannya sudah mencapai 94,64 persen dari total penduduk Indonesia. Ini merupakan sebuah prestasi yang patut diapresiasi secara masif.

Oleh karena itu, dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Nasional (HKN) tahun 2023, Kelompok Produsen Farmasi Indonesia (IPMG) mengadakan diskusi dengan topik “Kesehatan untuk Semua: Perlindungan Kesehatan Nasional sebagai Fondasi Membangun Sistem Kesehatan yang Kuat dan Berketahanan”. Perdebatannya adalah bagaimana menemukan mekanisme untuk meningkatkan akses terhadap obat-obatan baru yang sesuai bagi masyarakat.

Mempertemukan mitra-mitra terkemuka antara lain Kementerian Kesehatan (Chemnex), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan), dan IPMG sendiri sebagai asosiasi 26 perusahaan farmasi multinasional bidang penelitian dan pengembangan, untuk membahas pemajuan diskusi kolaboratif. Upaya mengatasi kesulitan mengakses obat-obatan modern dan meningkatkan keberlanjutan pelayanan kesehatan.

“Kami menyambut baik inisiatif IPMG yang memiliki tujuan yang sama, yaitu membangun sistem kesehatan yang berkelanjutan. Kami berterima kasih kepada IPMG yang telah bekerja sama menciptakan sistem kesehatan yang berketahanan dan mengembangkan solusi yang berbeda. Untuk memastikan masyarakat Indonesia dapat memiliki akses terhadap obat-obatan “Kami berharap masyarakat tidak perlu bepergian ke luar negeri untuk mengakses obat-obatan baru,” kata Direktur Resistensi Obat dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI seperti di Singapura atau Malaysia.

Sementara itu, Direktur Jenderal BPJS Kesehatan Prof. Dr. Ali Ghafroon Mukti, M.Sc, Ph.D menekankan pentingnya Universal Health Coverage (UHC) sebagai landasan sistem pelayanan kesehatan yang kuat dan tangguh.

“Mekanisme keuangan yang berkelanjutan diperlukan untuk menjamin akses pelayanan kesehatan, termasuk akses terhadap obat-obatan modern yang efektif bagi peserta BPJS kesehatan,” ujarnya.

Ketersediaan obat baru, obat baru yang bermutu, efektif dan aman, merupakan aspek penting dalam memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu kepada masyarakat. Janji ini dalam UU Kesehatan no. 17 Tahun 2023, yang menekankan perlunya peningkatan kualitas layanan kesehatan dan menjamin keterjangkauan bagi seluruh masyarakat Indonesia, termasuk peningkatan akses terhadap obat-obatan.

Namun, Pharmaceutical Research and Factory of America (PhRMA) menemukan melalui penelitiannya bahwa Indonesia termasuk negara terendah dalam hal ketersediaan obat baru. Studi ini menemukan bahwa hanya sembilan persen obat baru yang tersedia di Indonesia, dibandingkan dengan rata-rata di Asia Pasifik yang kurang dari 20 persen.

Angka ini menempatkan Indonesia pada peringkat ketiga terendah, diikuti Bangladesh yang hanya sembilan persen, di belakang Sri Lanka (1 persen) dan Pakistan (5 persen). Studi ini juga menemukan bahwa hanya satu persen obat baru yang tersedia di Indonesia dalam waktu satu tahun setelah peluncuran internasional pertamanya. Hal ini menempatkan Indonesia pada posisi yang kurang menguntungkan dibandingkan negara tetangga dalam hal penanganan penyakit, termasuk epidemi.

Prosthuti Soyondo, S.E., M.PH., Ph.D., pegawai khusus Kementerian Kesehatan Masyarakat, mengatakan berdasarkan data BPJS kesehatan dan klaim pasien di rumah sakit, sebagian besar kelebihan kematian disebabkan oleh penyakit kronis. seperti kanker, penyakit kardiovaskular, stroke dan nefrologi, serta kesehatan ibu dan anak (KIA). Penyakit-penyakit tersebut merupakan penyakit tidak menular yang dapat menimbulkan komplikasi yang mengancam jiwa dan memerlukan biaya yang besar.

“Untuk penyakit-penyakit tersebut, perolehan obat baru yang dapat membantu mengurangi beban pasien dilakukan secara bertahap dan sesuai dengan manfaatnya. Semua obat baru yang akan masuk JKN harus masuk dalam FORNAS dan Health Technology Assessment (HTA) HTA sendiri sudah strategi untuk meningkatkan jumlah studi HTA, sehingga lebih banyak proposal yang dapat dihasilkan melalui MOU.”

Selain itu, Prostuti juga mengatakan akses pasien terhadap obat-obatan inovatif tersebut dapat ditingkatkan melalui mekanisme koordinasi kepentingan yang saat ini sedang dikembangkan bersama oleh semua pihak, termasuk pihak swasta.

Perlu dicatat bahwa investasi pada fasilitas dan sumber daya diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya tindakan pencegahan, diagnosis yang tepat waktu dan akurat, serta penyediaan pengobatan yang tepat dan tepat. Meningkatkan pendanaan kesehatan nasional penting bagi keberlanjutan sistem kesehatan di masa depan. Oleh karena itu, terdapat kebutuhan untuk meningkatkan kemitraan pemerintah-swasta dan memastikan tersedianya sumber daya yang memadai untuk memperkuat JKN.

CEO IPMG, Ani Rahardjo, menegaskan kembali peran IPMG dalam memperkuat lanskap layanan kesehatan, dan menyoroti komitmen organisasi untuk mempromosikan layanan kesehatan berkelanjutan dan inovasi nilai. “IPMG berdiri sebagai mitra setia pemerintah Indonesia, secara aktif berupaya mendorong pertumbuhan dan inovasi kebijakan untuk mencapai cakupan kesehatan universal dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan bagi pasien Indonesia.”

Untuk memberikan obat-obatan inovatif yang aman dan tepat waktu kepada pasien, IPMG merekomendasikan hal-hal berikut:

– Mengadopsi pendekatan yang berpusat pada pasien untuk mendapatkan hasil kesehatan yang lebih baik, serta penghematan biaya langsung dan tidak langsung.

– Memperkuat sistem FORNAS untuk penilaian obat-obatan (Penilaian Teknologi Kesehatan/HTA) untuk mendapatkan manfaat penuh dari pengobatan inovatif selama penilaian harga dan memastikan bahwa hasil kesehatan tidak terganggu.

IPMG percaya bahwa industri yang sedang berkembang siap untuk bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan sehingga HTA dapat memainkan peran penting dalam merancang daftar pembayaran dan paket manfaat, dan berjanji untuk berkontribusi pada pengembangan kemampuan dan kapasitas HTA.

“IPMG terus mendorong proses perolehan izin edar obat-obatan inovatif untuk dapat mengikuti proses seleksi FORNAS agar dapat dilakukan secara cepat dengan mengutamakan kebutuhan pasien.” kata Annie. BPJS menegaskan tidak ada cerita penghapusan kelas dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024. Direktur Humas BPJS Kesehatan Razki Angira angkat bicara soal Perpres Nomor 59 Tahun 2024. netizennow.co.id 16 Mei 2024

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *