Soal Skrining Kesehatan Jiwa PPDS, KIPMI Pertanyakan Validitas Survei dan Sampel

netizennow.com, Jakarta Pemeriksaan kesehatan jiwa mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) juga diikuti oleh Dokter Gigi Spesialis (PPDGS) di Rumah Sakit Vertikal Pendidikan (RS) di Indonesia.

Presiden Fakultas Kedokteran Mulut Indonesia (KIPMI), Profesor Irna Sufiawati mengatakan, PPDS dan PPDGS merupakan program lanjutan setelah Program Profesi Dokter dan Dokter Gigi di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Program ini menempatkan mahasiswa pada rumah sakit pendidikan vertikal dan rumah sakit jaringan, dengan institusi rumah sakit pendidikan masing-masing sebagai sarana pendidikan selama masa studi.

Read More

Tercatat, 2.716 dari 12.121 (22,4 persen) calon dokter spesialis atau warga biasa disapa mengalami gejala depresi. Apalagi, ratusan dari mereka (3,3 persen) mengatakan sempat berpikir untuk mengakhiri hidup.

Tekanan akademik dan beban kerja yang tinggi, serta munculnya mahasiswa senior yang melakukan intimidasi terhadap juniornya disebut-sebut menjadi penyebab utamanya.

“Meski sumber dari Kementerian Kesehatan mengindikasikan perlunya penelitian dan evaluasi lebih lanjut, namun hasil survei awal dan publikasi ini menjadi perhatian utama dunia pendidikan, khususnya pelaksana PPDS dan PPDGS di berbagai institusi pendidikan di Indonesia,” kata Irna melalui keterangan tertulis. diterima Health netizennow.com, ditulis Jumat (26/04/2024).

Dari keseluruhan hasil skrining kesehatan jiwa yang dilakukan Kemenkes, Irna menyoroti 5 besar prodi Sp1 dengan persentase gejala depresi tertinggi.

Pada kategori ini, hasil skrining PPDGS Penyakit Mulut menempatkan lima prodi Sp1 pada posisi teratas. Persentase gejala depresi mencapai 53,1 persen. Dengan demikian, mereka mengungguli program studi lain, baik di Fakultas Kedokteran maupun di Fakultas Kedokteran Gigi.

Hal ini menimbulkan kebingungan dan menimbulkan berbagai pertanyaan, serta reaksi dari akademisi dan praktisi di bidang kedokteran mulut.

Sehubungan dengan itu, KIPMI berkoordinasi dengan seluruh penyelenggara PPDGS penyakit mulut di empat lembaga pendidikan di Indonesia terkait hasil penelitian tersebut.

Ada beberapa pertanyaan yang muncul, antara lain: Keterwakilan proses persetujuan sampel kepada masyarakat luas, Alasan kurangnya koordinasi antara tim peneliti dengan program studi terkait sebelum mempublikasikan hasil penelitian langsung melalui media.

Selain itu, menyikapi hasil survei tersebut, tentunya seluruh penyelenggara PPDGS IPM melakukan evaluasi terhadap dosen, dokter klinik terkait, dan seluruh mahasiswa, jelas Irna.

Irna menambahkan, di bulan Ramadhan, tanggal 21 hingga 22 Maret 2024, pihaknya mengikuti surat undangan Direktur Pendidikan dan Penelitian Sumber Daya Manusia RS Vertikal.

Undangan disampaikan kepada para ketua program studi PPDS dan PPDGS. Sesuai instruksi, warga mengikuti survei skrining kesehatan jiwa Kementerian Kesehatan.

KIPMI mencatat, survei dilakukan terhadap 27 warga PPDGS penyakit mulut yang menjalani rotasi klinis di dua rumah sakit vertikal dengan mengisi Kuesioner Kesehatan Pasien-9 (PHQ-9).

Jumlah penduduk tersebut mencakup sebagian (42,85 persen) dari total 63 warga yang sedang menempuh pendidikan di empat PPDGS penyakit mulut di Indonesia.

Mengenai penggunaan Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9) merupakan instrumen psikometri yang sering digunakan untuk menyaring deteksi dini depresi di layanan kesehatan primer.

Kuesioner PHQ-9 terdiri dari sembilan pertanyaan pendek. Yaitu, seberapa sering dalam dua minggu terakhir ini Anda diganggu oleh permasalahan berikut: Kurangnya minat atau antusiasme terhadap apa pun. Merasa sedih, sedih atau putus asa. Susah tidur atau mudah terbangun atau terlalu banyak tidur. Merasa lelah atau kurang energi. Kurang nafsu makan atau makan berlebihan. Kurangnya rasa percaya diri – atau perasaan bahwa Anda gagal atau telah mengecewakan diri sendiri atau keluarga Anda. Kesulitan berkonsentrasi pada sesuatu, misalnya membaca koran atau menonton TV. Bergerak atau berbicara dengan sangat lambat sehingga orang lain menyadarinya. Atau sebaliknya; Anda merasa gelisah atau cemas sehingga Anda lebih sering bergerak dari biasanya. Perasaan bahwa lebih baik mati atau keinginan untuk menyakiti diri sendiri dengan cara apa pun.

“Meski sudah banyak penelitian yang menunjukkan efektivitas dan keunggulannya, namun penerapan klinisnya masih menjadi perdebatan di kalangan para ahli,” kata psikiater Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin, Shelly Iskandar, PhD .

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *